SAMPAI saat ini,
para teolog Kristen masih disibukkan dengan polemik keabsahan doktrin
ketuhanan. Sampai saat ini, para pendeta belum tuntas berapologi tentang
oknum dan kodrat Tuhan yang harus mereka ibadahi.
Bulan ini, Pendeta Rudy R Sirait, STh,
MA, CE, berusaha membuktikan kebenaran doktrin ketuhanan Yesus dalam
iman kristiani. Di majalah Narwastu Pembaruan edisi nomor 79 th 2010, ia menulis artikel berjudul “Penyangkalan Keilahian Yesus Kristus” (hlm. 48-49).
Untuk membuktikan keilahian Yesus,
Pendeta Rudy Sirait mengemukakan analogi presiden dan kuli bangunan.
Menurutnya, seorang presiden bisa menjadi kuli bangunan kalau dia mau,
sedangkan kuli bangunan tidak akan bisa menjadi Presiden meskipun dia
mau.
Dengan analogi ini, menurut Pendeta
Sirait, kalau mau Allah bisa menjelma menjadi manusia. Tapi sebaliknya,
manusia mustahil menjadi Allah meskipun dia mau. Sirait menulis sbb:
“Kalau seorang presiden mau menjadi
kuli bangunan, mungkinkah itu dapat terjadi? Mungkin saja, kalau
presiden itu mau. Tetapi kuli bangunan menjadi presiden tidak mungkin
bisa, walaupun dia mau. Karena Allah berinisiatif untuk menjadi manusia,
bisa saja atau mungkin saja itu dapat terjadi. Bahkan bila anda
meragukan itu tidak mungkin dapat terjadi, maka anda sedang meragukan
kemahakuasaan Allah. Allah menjadi manusia itu mungkin, tetapi manusia
menjadi Allah itu tidak mungkin!”
Sekilas, analogi Pendeta Sirait ini
memang nampak selaras dengan nas-nas Alkitab (Bibel) yang melukiskan
Tuhan memiliki sifat makhluk yang bisa ditangkap dengan pancaindera.
Bibel melukiskan Tuhan pernah mengerang, mengah-mengah dan megap-megap
seperti perempuan yang melahirkan (Yesaya 42:13-14); Tuhan mengaum
seperti singa (Hosea 11:10); Tuhan kelihatan kaki-Nya (Keluaran 24:10);
Tuhan kelihatan punggung-Nya (Keluaran 33:21-23); Tuhan bersiul-siul
(Zakharia 10:8); Tuhan bersuit-suit (Yesaya 5:25-26, 7:18).
Dalam kisah pembaptisan Yesus, Allah
dilukiskan seperti burung merpati turun ke sungai Yordan (Matius 3:17;
Markus 1:11 dan Lukas 3:22). Menurut Perjanjian Lama, Tuhan bosan
menahan marah (Yeremia 15:6); Tuhan menjadi pelupa ketika murka
(Ratapan 2:1); Tuhan mengendarai kuda (Habakuk 3:8); Tuhan pilu hati
menyesali rencana-Nya (Kejadian 6:5-6, Keluaran 32:14), dll. Perhatikan
kutipan ayat-ayat berikut:
“Tuhan keluar berperang seperti
pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitkan semangat-Nya untuk
bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya
Ia membuktikan kepahlawanan-Nya. Aku membisu dari sejak dahulu kala,
Aku berdiam diri, Aku menahan hati-Ku; sekarang Aku mau mengerang seperti perempuan yang melahirkan, Aku mau mengah-mengah dan megap-megap” (Yesaya 42:13-14).
“Mereka akan mengikuti Tuhan, Ia akan mengaum seperti singa. Sungguh, Ia akan mengaum, maka anak-anak akan datang dengan gemetar dari barat” (Hosea 11:10).
“Berfirmanlah Tuhan: “Ada suatu tempat
dekat-Ku, di mana engkau dapat berdiri di atas gunung batu; apabila
kemuliaan-Ku lewat, maka Aku akan menempatkan engkau dalam lekuk gunung
itu dan Aku akan menudungi engkau dengan tangan-Ku, sampai Aku berjalan
lewat. Kemudian Aku akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat belakang-Ku, tetapi wajah-Ku tidak akan kelihatan” (Keluaran 33:21-23).
Rumusan teologi Pendeta Sirait ini
sangat menggelikan jika diterapkan. Dengan alasan Tuhan Maha Kuasa, lalu
diyakini bahwa Tuhan bisa menjelma menjadi manusia (dan apa saja) kalau
Tuhan mau. Jika kemahakuasaan Tuhan dimaknai bahwa Tuhan bisa menjelma
menjadi apa saja kalau Tuhan mau, apakah Tuhan bisa menjelma menjadi
tikus, belatung, ulat, kecoak, orong-orong, nyamuk, cacing, cicak,
kadal, laba-laba, tawon, kecebong, dan lain-lain kalau Tuhan mau karena
Dia Maha Kuasa? Betapa rusaknya rumusan teologi ini.
Dalam pandangan Islam, teologi “kuli
bangunan” buatan pendeta ini sangat batil. Memang Allah memiliki sifat
“Al-Qadiir” (Maha Kuasa), tapi Allah juga memiliki sifat Maha Suci (Al-Quddus), Yang Maha Mulia (Al-Aziz), Maha Tinggi (Al-‘Aliy), Maha Besar (Al-Kabiir), Maha Bijaksana (Al-Hakiim), dsb. Dengan sifat-sifat yang maha sempurna itu, Allah menetapkan bahwa Dia tidak akan menyerupai makhluk-Nya (Laysa kamitslihi syay’un).
“Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan Dia (Allah). Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Qs. As-Syura 11).
“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Allah)” (Qs. Al-Ikhlash 4).
Jadi, meskipun Tuhan memiliki sifat Maha Kuasa (‘ala kulli syay’in qodiir),
tapi Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Suci tidak akan melakukan hal-hal
naif seperti yang dikisahkan dalam Bibel: menjadi burung merpati,
mengaum seperti singa, bersuit, bersiul, pilu hati, pelupa, bosan, dsb. Subhanallahi ‘amma yashifuun. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sifatkan.
Inilah Akibatnya Jika Yesus Diimani sebagai Tuhan:
Dalam artikel “Penyangkalan Keilahian
Yesus Kristus” Pendeta Rudy Sirait mengemukakan bahwa inti iman
kristiani adalah iman terhadap keilahian (ketuhanan) Yesus Kristus.
Karenanya, dosen beberapa Sekolah Tinggi Theologia ini menyimpulkan
bahwa penolakan terhadap keilahian Yesus berarti penolakan terhadap inti
iman Kristen.
Lantas Sirait mengomentari Al-Qur'an
surat Al-Ikhlas yang dianggapnya sebagai penjegal doktrin keilahian
Yesus. Tujuannya adalah untuk memahamkan doktrin ketuhanan Yesus kepada
non Kristen, sesuai tulisannya:
“Semoga membawa berkat bagi umat
Kristen dan membuka hati bagi yang non Kristen untuk mengakui bahwa
Yesus Kristus adalah Allah yang sejati.”
Selanjutnya, di bawah sub judul “Lam
Yalid Walam Yulad,” Sirait menangkis ayat Al-Qur'an yang diklaim sebagai
batu sandungan doktrin Kristen tentang ketuhanan Yesus. Ia menulis:
“Penyangkalan terhadap keilahian
Yesus kerap kali dipakai melalui referensi Al-Qur'an, khususnya dalam
Al-Qur'an Al-Ikhlas 112:3 yang menyatakan bahwa, “Allah tidak beranak
dan tidak diperanakkan.”
Seseorang yang membaca Al-Qur'an
secara saksama tidak akan mengartikan salah tentang maksud ayat ini.
Istilah “Anak Allah” jangan diartikan anak jasmani tetapi haruslah
dipahami secara kiasan. Bukankah seorang murid memanggil gurunya dengan
sebutan Bapak? Apakah gurunya itu adalah bapak kandungnya? Tentulah
tidak! Kita sering mendengar istilah anak kunci, bukan? Bila ada anak
kunci, apakah ada bapak kunci?”
Pendeta Sirait terlalu ceroboh membaca
Al-Qur'an. Ayat tersebut tidak secara spesifik menyangkal doktrin
Kristen, tapi menolak semua paham kafir yang meyakini Tuhan mempunyai
Anak, baik anak secara kiasan maupun secara harfiah (anak biologis).
Hanya orang kafir saja yang meyakini Tuhan punya anak:
“Orang-orang kafir berkata: "Allah
mempunyai anak." Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di
bumi adalah kepunyaan Allah…” (Qs. Al-Baqarah 116).
Ketika berusaha meyakinkan umat Islam agar mengimani ketuhanan Yesus, Pendeta Sirait mengemukakan doktrin Trinitas:
“Pertama-tama kita harus menyadari
bahwa ajaran Kristen tentang pribadi Yesus tidak terlepas dari paham
Tritunggal, yaitu: keberadaan Allah yang satu dalam substansi dan tiga
dalam Pribadi (keesa-jamakan). Hal ini dikarenakan Sang Firman (anak)
ialah Pribadi kedua dari Tritunggal (Yoh 1:1; 10:30) yang menjelma atau
mengambil rupa manusia (Yoh 1:14; Flp 2:6-11), demi perwujudan
keselamatan bagi manusia berdosa (Ef 1:7).”
Kepalsuan doktrin Trinitas sudah sering
dijelaskan oleh ilmuwan Muslim, bahkan diakui oleh para teologi Kristen
sendiri. Intinya, Trinitas bukan ajaran Yesus karena tak satu ayat pun
yang menyatakan bahwa Yesus mengajarkan doktrin Trinitas. Satu-satunya
ayat Trinitas, yaitu kitab 1 Yohanes 5:7-8, diakui kepalsuannya oleh
para teolog Kristen.
William Barclay –teolog terkemuka asal
Skotlandia yang dikukuhkan menjadi Gurubesar dalam bidang Biblical
Criticism tahun 1969– bisa menunjukkan asal-usul kepalsuan ayat Trinitas
itu. Dengan data-data yang valid, dibuktikannya bahwa orang pertama
yang mengutip ayat itu adalah Priscillian, seorang bidat asal Spanyol
yang meninggal tahun 385. Sisipan teks ayat itu berasal dari komentar
atau catatan pada margin Alkitab yang dimasukkan secara resmi ke dalam
Alkitab karena dianggap mendukung doktrin Trinitas (William Barclay, The Daily Bible Study: the Epistles of John and Jude, [edisi Indonesia: Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat-surat Yohanes dan Yudas], hlm. 185-187).
Ketiadaan ayat Trinitas ini lebih dari
cukup untuk mempertanyakan keabsahan doktrin Trinitas. Kenapa tak satu
ayat pun kitab suci yang menyatakan doktrin Trinitas, padahal akidah
adalah ajaran terpenting dalam sebuah agama? Sementara cerita biasa
tentang Yesus naik keledai saja diceritakan dalam empat Injil (Matius
21:7, Markus 11:7, Lukas 19:35, Yohanes 12:14). Padahal kisah Yesus
kelaparan lalu marah-marah dan emosional karena tidak mendapatkan
makanan, dimuat dalam dua Injil (Markus 11:12-14 & Matius 21:18-19).
Apologi andalan Pendeta Sirait untuk
mempertahankan doktrin keilahian Yesus adalah adi kodrati Yesus.
Menurutnya, Yesus disebut Tuhan karena dalam pribadinya memiliki dua
kodrat sekaligus, yaitu kodrat Ilahi dan kodrat Insani. Ia menulis:
“Yesus adalah satu pribadi yang
memiliki dua kodrat, yaitu Ilahi dan Insani. Kedua kodrat itu sama
sekali tidak terpisah dan tidak terbagi, tidak bercampur dan tidak
berubah. Yesus adalah Allah sejati (100% Allah) dan manusia sejati (100%
manusia).”
Apologi ini justru menimbulkan masalah
dan pertanyaan yang tak terjawab: mana sabda Yesus dalam Bibel yang
menyebutkan “Yesus 100% Tuhan dan 100% manusia?”
Secara Alkitabiah, apologi Sirait itu
sulit diterapkan. Alkitab banyak menceritakan perjalanan Yesus dari
kelahiran hingga akhir hayatnya, misalnya:
“Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes” (Matius 2:1).
“Dan ketika genap delapan hari dan Yesus harus disunatkan” (Lukas 2:21).
“Maka menangislah Yesus” (Yohanes 11:35).
“Kemudian iblis membawa Yesus ke Kota Suci dan menempatkan dia di bubungan” (Matius 4:5).
“Dan Yesus akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh” (Markus 10:34).
“Ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Yesus telah mati” (Yohanes 19:33).
Jika apologi Pendeta Sirait bahwa “Yesus
adalah Allah yang sejati” itu diterapkan, maka nama “Yesus” pada ayat
di atas bisa diganti dengan nama “Allah.” Mari kita coba:
“Allah dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes” (Matius 2:1).
“Dan ketika genap delapan hari dan Allah harus disunatkan” (Lukas 2:21).
“Maka menangislah Allah” (Yohanes 11:35).
“Kemudian iblis membawa Allah ke Kota Suci dan menempatkan dia di bubungan” (Matius 4:5).
“Dan Allah akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh” (Markus 10:34).
“Ketika mereka sampai kepada Allah dan melihat bahwa Allah telah mati” (Yohanes 19:33).
Keyakinan bahwa Yesus adalah Allah
sejati, otomatis melahirkan konsekuensi iman bahwa Allah adalah oknum
yang dilahirkan, disunat, menangis, dicobai iblis, diolok-olok,
diludahi, dan dibunuh hingga mati secara tragis. Maha Suci Allah dari
apa yang mereka persekutukan. Subhanallohi ‘amma yusyrikuun! [a ahmad Hizbullah/suara islam]