Thursday, 28 March 2013

> > Artikel Mengenai Aqiqah

Artikel Mengenai Aqiqah


Ketika buah hati kita telah lahir ke dunia, maka sebagai orangtua disyariatkan melakukan aqiqah, yaitu menyembelih kambing.  Apa sebenarnya aqiqah itu, dan bagaimana dalil syariatnya? Temukan jawabannya berikut ini.

Pengertian Aqiqah
Ubaid Ashmu'i dan Zamakhsyari mengungkapkan bahwa menurut bahasa, aqiqah artinya rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Sedangkan menurut Al-Khathabi, aqiqah ialah nama kambing yang disembelih untuk kepentingan bayi. Dinamakan demikian karena kambing itu dipotong dan dibelah-belah. Ibnu Faris juga menyatakan bahwa aqiqah ialah kambing yang disembelih dan rambut bayi yang dicukur.

Adapun dalil yang menyatakan bahwa kambing yang disembelih itu dinamakan Aqiqah, antara lain adalah hadist yang dikeluarkan Al Bazzar dari Atta', dari Ibnu Abbas secara marfu' yang artinya: "Bagi seorang anak laki-laki dua ekor aqiqah dan anak perempuan seekor."

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Aqiqah adalah serangkaian ajaran Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk anak yang baru lahir yang terdiri atas mencukur rambut bayi, memberi nama dan menyembelih hewan.


Dalil disyariatkannya Aqiqah
Hadist-hadist menjadi dasar disyariatkannya Aqiqah cukup banyak, antara lain sabda Rasulullah yang artinya: "Anak-anak tergadai (tertahan) dengan Aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari ketujuh dicukur kepalanya dan diberi nama".

Menurut Imam Ahmad maksud dari kata-kata "Anak-anak itu tergadaikan dengan Aqiqahnya" dalam hadist diatas adalah bahwa pertumbuhan anak itu, baik badan maupun kecerdasan otaknya atau pembelaannya terhadap orangtuanya pada hari kiamat akan tertahan jika ibu bapaknya tidak melaksanakan Aqiqah baginya. Bahkan Ibnu Qayyim menegaskan bahwa aqiqah itu berfungsi untuk melepaskan bayi yang bersangkutan dari godaan setan.

Dalam riwayat dari Aisyah ra., yang lain juga dinyatakan "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepada kami supaya menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor dan untuk wanita seekor."

Dalam hadist yang diriwayatkan dari Salman bin Amar Adh Dhahabi dinyatakan: "Sesungguhnya bersama anak itu ada hak diaqiqahi, maka tumpahkanlah darah baginya (dengan menyembelih hewan) dan buanglah penyakit darinya (dengan mencukur rambutnya)."

Bagi bapak-bapak dan ibu-ibu yang belum melaksanakan aqiqah, pada usia dewasapun bisa melaksanakan aqiqah untuk dirinya. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab I'anathutholibin (Syarah dari Kitab Fathul Mu'in Juz 2 Halaman 336) bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melaksanakan aqiqah untuk dirinya sesudah beliau diangkat menjadi nabi (umur 40 tahun).

Hukum Aqiqah
Sebagaimana diungkapkan oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad fi Al Islam, pendapat para fukaha tentang hukum aqiqah terbagi menjadi tiga. Pertama adalah pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah itu pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah itu sunnah yang merupakan pendapat dari Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Abu Tsaur. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah ini wajib. Ini merupakan pendapat dari Imam Hasan Al-Bashri, Al-Laits Ibnu Sa'ad dan yang lainnya. Dasar pendapat mereka adalah hadist yang dirawayatkan Muraidah dan Ishaq Bin Ruhawiah: "Sesungguhnya manusia itu pada hari kiamat akan dimintakan pertanggungjawaban atas shalat lima waktu." Ketiga, pendapat yang menolak disyariatkannya aqiqah. Ini adalah pendapat ahli fiqh Hanafiah. Mereka berdasarkan pada hadist Abu Rafi', bahwa Rasulullah pernah berkata kepada fatimah, "Janganlah engkau mengakikahinya tetapi cukurlah rambutnya." Namun, dari mayoritas para fukaha berpendapat bahwa konteks hadist tersebut justru menguatkan disunnahkan dan dianjurkannya aqiqah, sebab Rasulullah sendiri telah mengakikahi Hasan dan Husein. Dengan demikian mengakikahi anak itu sunnah dan dianjurkan. Hal ini sesuai pendapat dari sebagian besar para ulama ahli fiqh.

Oleh karena itu, hendaklah orangtua melakukannya jika memang memungkinkan, demi menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Hewan untuk aqiqah
Jenis hewan aqiqah sesuai yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah kibasy. Untuk di Indonesia bisa hewan kambing atau biri-biri. Syarat hewan aqiqah antara lain cukup umur (kira-kira berumur setahun, jantan atau betina), tidak cacat, dan disunnahkan dimasak terlebih dahulu. Sedangkan jumlah hewan aqiqah untuk anak laki-laki 2 ekor sedangkan anak perempuan seekor. Akan tetapi jika tidak mampu dua ekor untuk anak laki-laki maka seekorpun boleh. Hal ini Insya Allah tidak akan mengurangi ibadah nilai aqiqah. Sebab, sebagaimana tampak dalam hadist yang bersumber dari Ibnu Abbas, Rasulullah pernah mengaqiqahi Hasan dan Husein masing-masing seekor kibasy.

Prosesi aqiqah
Sebagaimana walimatul ursy dan walimatul khitan pada umumnya, pesta aqiqah juga dilakukan dengan mengundang sanak keluarga, para famili dan tetangga. Tentu saja segala sesuatunya harus ditata sedemikian rupa agar tidak mengotori makna aqiqah yang merupakan sunnah Rasul. Semuanya harus dilakukan dengan Islami, baik pengaturan tempat, cara berpakaian, maupun tata cara makan. Bahkan guna menambah nilai spiritual aqiqah, ada baiknya jika dalam rangkaian acara aqiqah ini juga diselipkan ceramah agama. Materinya bisa tentang pendidikan anak, kewajiban anak terhadap orang tua, tanggung jawab orangtua terhadap anak dan sebagainya.

Secara berurutan prosesi aqiqah itu meliputi: mencukur rambut, memberi nama, menyembelih kambing dan makan bersama. Mencukur rambut, diawali dengan membaca Bismillah dan arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri. Harus dicukur bersih, tidak boleh belang-belang. Rambut hasil cukuran kemudian ditimbang dan nilainya disedekahkan. Maksudnya, setelah baui dicukur, semua rambutnya ditimbang. Berat timbangan rambut kemudian diganti dengan emas atau perak. Nilai tukar emas atau perak tersebut bisa diwujudkan uang sesuai dengan harga emas atau perak di pasaran, lalu di sedekahkan kepada fakir miskin atau anak yatim. Selesai ditimbang kemudian rambut tersebut ditanam dalam tanah.

Memberi nama. Nama selain sebagai identitas keluarga, bangsa dan aqidah, nama juga berfungsi sebagai doa. Oleh karena itu, ketika memberi nama bayi yang baru lahir, hendaklah menamainya dengan nama yang baik, berdasar hadist Rasulullah,"Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama Bapak kalian, maka baguskanlah namamu." (HR Muslim).

Menyembelih kambing, harus sesuai dengan syariat yang ditetapkan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan cara yang baik kepada tiap=tiap segala sesuatu. Maka apabila kamu membunuh, hendaklah kamu membunuh dengan cara yang baik, dan jika kamu menyembelih hendaknya kamu menyembelih dengan cara yang baik dan hendaknya ia memudahkan (kematian) binatang yang disembelihnya." (HR Muslim).

Demikianlah keseluruhan prosesi aqiqah, yang diakhiri dengan makan dan doa bersama, semoaga anak yang diaqiqahi kelak bisa menjadi anak yang saleh, yang beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, berbakti kepada orangtuanya, serta berguna bagi agama, bangsa dan masyarakatnya.

Sumber: Khitan dan Aqiqah Upaya Pembentukan Generasi Qur'ani/Achmad Ma'ruf Asrori dan Suheri Ismail