Begitu kata dokter, kebalikan
dari kebiasaan yang terjadi selama ini. Memang, tak sedikit kebiasaan
turun-temurun dalam merawat bayi yang bertentangan dengan dunia medis.
Bagaimana kita menyikapinya?
Dalam
merawat sang buah hati, hampir bisa dipastikan kita akan “dihujani”
oleh segala macam nasihat ataupun larangan dari lingkungan, entah
kakek-nenek, orang tua, kaum kerabat, maupun tetangga. Umumnya,
nasihat/larangan tersebut merupakan kebiasaan-kebiasaan praktek
perawatan bayi yang bersifat turun-temurun.
Namun, “seringkali nasihat dan larangan tersebut tak bisa diterima akal sehat, meskipun ada pula yang kedengarannya masuk akal,” ujar dr. Eric Gultom, Sp.A. dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam cara Ibu Bayi dan Balita di ANTeve, kerja sama nakita dengan PT Endrass Perdana. Misalnya, bayi tak boleh digendong dengan kedua tungkai memeluk tubuh ibu agar kelak tungkainya tak pengkor, bengkok, atau melengkung. Begitu pula dengan nasihat untuk membedong bayi agar kelak bentuk kakinya jadi bagus.
“Kedengarannya memang masuk akal bahwa cara menggendong dengan posisi demikian mungkin saja akan menyebabkan pengkar. Apalagi pada kenyataannya, saat lahir, tungkai bayi memang penampilannya bengkok atau melengkung,” tutur Eric yang juga berpraktek di RSIA Lestari, Cirendeu dan RS Medistra. Tapi, lanjutnya, bila dijelaskan dengan cara lain, akan tampak penjelasan tersebut kurang masuk akal.
Semua bayi, tutur Eric, kakinya memang akan tampak melengkung ketika
lahir. Pasalnya, rongga rahim sangat terbatas ruangnya. Nah, agar si
bayi cukup dalam rongga rahim, posisinya harus sedemikian rupa sehingga
kedua tungkai dalam posisi bersila dan melengkung ke atas. “Tentunya
dalam posisi demikian selama 9 bulan, akan menyebabkan kedua tungkai
penampilannya melengkung ketika lahir.” Selain itu, tulangnya masih
lebih lunak dan sedang bertumbuh sehingga gampang sekali terbentuk
melengkung.
Kendati demikian, tungkai yang melengkung ini berangsur-angsur akan lurus kembali sejalan dengan pertumbuhan bayi. Kecuali bila ada faktor genetik dimana salah satu orang tua penampilan tungkainya tak lurus atau melengkung, akan diturunkan pada anaknya. Jadi, tukas Eric, “melengkung tidaknya tungkai tak tergantung posisi ketika menggendong bayi.” Begitupun bila bayi tak dibedong, kakinya akan tumbuh lurus sesuai potensi genetik yang dimilikinya.
Membahayakan Bayi
Berbagai praktek perawatan bayi yang mengikuti kebiasaan-kebiasaan
turun-temurun ini, menurut Eric, seringkali bukan hanya kurang dapat
diterima dasar ilmiahnya, tapi juga bisa merugikan. Misalnya, pemakaian
gurita untuk bebat perut bayi. Kata orang, supaya bayi jangan masuk
angin.” Ada pula yang bilang, agar perutnya enggak besar dan pusarnya
enggak bodong.
Dalam
dunia medis, tuturnya, tak dikenal istilah masuk angin. “Istilah ini
mungkin maksudnya aerophagia, yaitu bayi banyak mengandung udara di
lambungnya sehingga terlihat kembung. Hal ini bisa disebabkan bayi
menangis lama atau cara minum susu botol kurang betul.” Jadi, Bu-Pak,
sama sekali tak ada kaitannya dengan pemakaian gurita.
Begitupun dengan perut besar dan pusar bodong. “Besar kecilnya perut ditentukan oleh ketebalan kulit, lemak kulit, dan otot perut yang sanggup menahan daya dorong isi perut atau usus keluar. Secara alamiah, usus, kan, berusaha mendorong keluar,” terang Eric. Nah, pada bayi, lanjutnya, kulit maupun lemak dan ototnya masih tipis karena belum tumbuh, sehingga belum mampu menahan ususnya yang mendorong keluar. Jadilah si bayi kelihatannya seperti kembung, perutnya agak besar. “Nanti, bila kulit dan lemak serta ototnya sudah lebih tebal, akan lebih sanggup menahan daya dorong tersebut.” Jadi, tak akan gendut lagi, kecuali kalau makannya memang banyak.
Sama halnya dengan pusar bodong, “Bila perutnya membesar, tentu pusarnya akan menonjol, dong,” tukas Eric. Tak demikian halnya setelah ketebalan kulit, lemak kulit, dan ototnya bertumbuh menjadi lebih tebal. Jadi, bukan lantaran dipakaikan gurita maka pusarnya jadi enggak bodong. Jikapun si bayi sampai punya pusar bodong, menurut Eric, karena bagian dari puntung tali pusatnya memang sejak awalnya sudah lebih besar. “Jadi, sejak lahir pusarnya memang sudah bodong, bukan karena tak dipakaikan gurita.”
Pemakaian gurita, tutur Eric lebih lanjut, sebenarnya justru dapat
merugikan bayi. “Bayi jadi kepanasan dan banyak keringat sehingga bisa
mengalami keringet buntet di bawah lapisan gurita.” Selain itu, bila
pemakaian gurita terlalu ketat, “akan mengganggu gerak pernafasan bayi.”
Soalnya, bayi bernafas lebih dominan menggunakan gerak pernafasan
perut.
gurita secara penelitian ternyata dapat meningkatkan kejadian gastroesofageal refluks (GER). Apakah GER itu? GER adalah kembalinya makanan yang telah masuk ke dalam lambung.
Apa bedanya dengan muntah? Muntah termasuk dalam GER. Tetapi gampang sekali melihat anak muntah, karena isi lambung keluar melalui mulut. Hal yang paling ditakutkan adalah isi lambung keluar kembali, tetapi tidak sampai di mulut. Jadi hanya sampai di kerongkongan saja. Keadaan inilah yang menyebabkan terlukanya dinding saluran makan dan pada akhirnya si anak akan mengalami muntah terus menerus sampai dia besar nanti.
Bagaimana melihat anak mengalami GER atau tidak? Bisa dilihat salah
satunya dari jumlah gumoh. bila terjadi gumoh 1 kali tiap minum susu,
hal itu tidak bermasalah. Tetapi bila terjadi gumoh walaupun bayi tidak
menelan sesuatu berarti orang tua harus hati-hati. Jika perlu, hendaknya
berkonsultasi dengan dokter. (Dr. Herbowo SpA)
Sumber: http://rumahkusorgaku.multiply.com