Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Woman
was made from the rib of man, She was not created from his head to top
him, Not from his feet to be stepped upon, She was made from his side to
be close to him, From beneath his arm to be protected by him, Near his
heart to be loved by him.
Bagaimana
perasaan seorang pria jika dikelilingi banyak wanita? Jika pertanyaan
itu disodorkan kepada saya, maka ungkapan “bangga” nampaknya cukup
mewakili perasaan saya. Saya senang setiap hari dikelilingi wanita
cantik, shalihah pula. Dan tentu pada saat itu saya semakin merasa
menjadi ‘pangeran’. Ups, jangan curiga dulu, karena
wanita-wanita cantik nan shalihah yang saya maksud adalah istri dan dua
anak saya yang keduanya ‘kebetulan’ wanita. Insya Allah.
Tidak
hanya itu, sebelum saya menikah, saya juga lebih banyak disentuh oleh
wanita, yakni ibu karena semenjak usia enam tahun saya memilih untuk
ikut ibu saat ia bercerai dengan ayah. Sebuah naluri kedekatan anak
terhadap ibunya yang tidak sekedar karena telah menghisap ratusan liter
air susu ibunya, melainkan juga ikatan bathin yang tak bisa terpisahkan
dari kehangatan yang senantiasa diberikan seorang ibu terhadap anaknya.
Karena
itulah, dalam hidup saya tidak ingin berbuat sesuatu yang sekiranya
dapat mengecewakan dan melukai seorang wanita. Namun sikap yang tepat
dan bijak harus diberikan seorang pria mengingat wanita itu terbuat dari
tulang rusuk yang bengkok, yang apabila terdapat kesalahan padanya,
pria harus berhati-hati meluruskannya. Terlalu keras akan mematahkannya,
dibiarkan juga salah karena akan tetap pada kebengkokannya. Meski
demikian, tidak sedikit pria harus membiarkan wanita kecewa demi
meluruskan kesalahan itu, toh setiap pria yang melakukan itu pun sangat
yakin bahwa kekecewaan itu hanya sesaat kerena selanjutnya akan berbuah
manis.
Wanita
itu ibarat bunga, yang jika kasar dalam memperlakukannya akan merusak
keindahannya, menodai kesempurnaannya sehingga menjadikannya layu tak
berseri. Ia ibarat selembar sutra yang mudah robek oleh terpaan badai,
terombang-ambing oleh hempasan angin dan basah kuyup meski oleh setitik
air. Oleh karenanya, jangan biarkan hatinya robek terluka karena ucapan
yang menyakitkan karena hatinya begitu lembut, jangan pula membiarkannya
sendirian menantang hidup karena sesungguhnya ia hadir dari kesendirian
dengan menawarkan setangkup ketenangan dan ketentraman. Sebaiknya tidak
sekali-kali membuatnya menangis oleh sikap yang mengecewakan, karena
biasanya tangis itu tetap membekas di hati meski airnya tak lagi
membasahi kelopak matanya.
Wanita
itu mutiara. Orang perlu menyelam jauh ke dasarnya untuk mendapatkan
kecantikan sesungguhnya. Karenanya, melihat dengan tanpa membuka tabir
hatinya niscaya hanya semu sesaat yang seringkali mampu mengelabui mata.
Orang perlu berjuang menyusur ombak, menahan arus dan menantang semua
bahayanya untuk bisa meraihnya. Dan tentu untuk itu, orang harus
memiliki bekal yang cukup sehingga layak dan pantas mendapatkan mutiara
indah itu.
Wanita
itu separuh dari jiwa yang hilang. Maka orang harus mencarinya dengan
seksama, memilihnya dengan teliti, melihat dengan hati-hati sebelum
menjadikannya pasangan jiwa. Karena jika salah, ia tidak akan menjadi
sepasang jiwa yang bisa menghasilkan bunga-bunga cinta, melainkan noktah
merah menyemai pertikaian. Ia tak akan bisa menyamakan langkah, selalu
bertolak pandang sehingga tak memberikan kenyamanan dan keserasian. Ia
tak mungkin menjadi satu hati meski seluruh daya dikerahkan untuk
melakukannya. Dan yang jelas ia tak bisa menjadi cermin diri disaat
lengah atau larut.
Wanita
memiliki kekuatan luar biasa yang tak pernah dipunyai lawan jenisnya
dengan lebih baik. Yakni kekuatan cinta, empati dan kesetiaan. Dengan
cintanya ia menguatkan langkah orang-orang yang bersamanya, empatinya
membangkitkan mereka yang jatuh dan kesetiaannya tak lekang oleh waktu,
tak lebur oleh perubahan.
Dan
wanita adalah sumber kehidupan. Yang mempertaruhkan hidupnya untuk
sebuah kehidupan baru, yang dari dadanya dialirkan air susu yang
menghidupkan. Sehingga semua pengorbanannya itu layak menempatkannya
pada kemuliaan surga, juga keagungan penghormatan. Tidak berlebihan pula
jika Rasulullah menjadi seorang wanita (Fathimah) sebagai orang pertama
yang kelak mendampinginya di surga.
Untung
saya bukan penyanyi ngetop yang menjadikan wanita dan cintanya sebatas
syair lagu demi meraup keuntungan. Sehingga yang tampak dimata hanyalah
wanita sebatas bunga-bunga penghias yang bisa dicampakkan ketika tak
lagi menyenangkan. Kebetulan saya juga bukan bintang sinetron yang kerap
diagung-agungkan wanita. Karena kalau saya jadi mereka, tentu
‘kebanggaan’ saya dikelilingi wanita cantik bisa berbeda makna dengan
kebanggaan saya sebagai seorang yang bukan siapa-siapa.
Bagusnya
juga wanita-wanita yang mendekati dan mengelilingi saya bukanlah mereka
yang rela diperlakukan tidak seperti bunga, bukan selayaknya mutiara
dan tak selembut sutra. Bukan wanita yang mencampakkan dirinya sendiri
dalam kubangan kehinaan berselimut kemewahan dan tuntutan zaman. Tidak
seperti wanita yang rela diinjak-injak kehormatannya, tak menghiraukan
jerit hatinya sendiri, atau bahkan pertentangan bathinnya. Juga bukan
wanita yang membunuh nuraninya sendiri sehingga tak menjadikan mereka
wanita yang pantas mendapatkan penghormatan, bahkan oleh buah hatinya
sendiri.
Dan
sudah pasti, selain tak ada wanita-wanita macam itu yang akan mendekati
lelaki bukan siapa-siapa seperti saya ini, saya pun tentu tidak akan
betah berlama-lama berdekatan dengan mereka, apalagi bangga. Semoga … (cintaberdua@hotmail.com)