Demikianlah kata-kata yang sering kita dengar dari Pramuka. Dalam
kalimat di atas terdapat ucapan sumpah dengan selain Allah yaitu
bersumpah dengan ‘kehormatan’.
Apakah ini dibolehkan? Berikut ini jawabannya,
عَنْ
سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ قَالَ سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ رَجُلاً يَحْلِفُ لاَ
وَالْكَعْبَةِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ
أَشْرَكَ ».
Dari Sa’ad bin Ubadah, suatu ketika Ibnu Umar mendengar seorang yang bersumpah dengan mengatakan ‘Tidak, demi Ka’bah’ maka Ibnu Umar berkata kepada orang tersebut, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka dia telah melakukan kesyirikan” (HR Abu Daud no 3251, dinilai shahih oleh al Albani).
Bersumpah dengan Allah adalah bentuk mengagungkan Allah. Oleh
karenanya, bersumpah dengan selain Allah dinilai sebagai bentuk
tindakan lancang kepada Allah dan melecehkan kesempurnaan dan keagungan
Allah. Karena seorang insan jika ingin menegakan bahwa dirinya
benar dalam perkataannya atau berupaya membersihkan diri dari tuduhan
yang dialamatkan kepadanya maka dia akan bersumpah dengan sesuatu yang
paling agung dalam hatinya. Adakah di alam semesta ini suatu yang lebih
agung dibandingkan dengan Allah. Oleh karena itu, bersumpah dengan
selain Allah tergolong kesyirikan.
Hukum bersumpah dengan selain Allah adalah haram menurut mayoritas ulama.
Ibnu Taimiyyah berkata, “Bersumpah dengan makhluk hukumnya haram menurut mayoritas ulama. Inilah pendapat Abu Hanifah dan merupakan salah pendapat dari dua pendapat yang ada dalam mazhab Syafii dan Ahmad. Bahkan ada yang menyatakan bahwa para shahabat telah bersepakat dalam hal ini.
Ada juga yang berpendapat bahwa sumpah dengan selain Allah itu makruh. Namun pendapat pertama jelas pendapat yang lebih benar sampai-sampai tiga shahabat nabi yaitu Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar berkata, ‘Sungguh jika aku bersumpah dengan nama Allah dalam keadaan aku berbohong itu lebih aku sukai dibandingkan jika aku bersumpah dengan selain Allah dalam kondisi benar” (Majmu Fatawa 1/204).
Dalam kesempatan yang lain, beliau berkata, “Menurut pendapat yang
benar dan itu merupakan pendapat mayoritas ulama baik dari generasi
salaf maupun khalaf adalah tidak boleh bersumpah dengan makhluk baik
nabi atau bukan nabi, malaikat, seorang raja ataupun seorang ulama.
Terlarangnya hal ini adalah larangan haram menurut
mayoritas ulama sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan yang lainnya. Hal
tersebut merupakan salah satu dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad”
(Majmu Fatawa 27/349).
Tentang rahasia di balik larangan ini, Syaukani mengatakan, “Para
ulama mengatakan bahwa rahasia di balik larangan bersumpah dengan selain
Allah adalah karena bersumpah dengan sesuatu itu menunjukkan
pengagungan dengan suatu yang disebutkan. Padahal keagungan yang hakiki
adalah hanya milik Allah. Oleh karena itu tidak boleh bersumpah kecuali
dengan Allah, zat dan sifatNya. Ini merupakan kesepakatan semua ahli
fikih” (Nailul Author 10/160).
Jadi bersumpah dengan selain Allah adalah syirik besar
yang mengeluarkan dari Islam jika diiringi keyakinan bahwa makhluk yang
disebutkan dalam sumpah tersebut sederajat dengan Allah dalam
pengagungan dan dalam keagungan. Jika tidak ada unsur ini maka hukumnya
adalah syirik kecil.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما أَنَّهُ أَدْرَكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
فِى رَكْبٍ وَهْوَ يَحْلِفُ بِأَبِيهِ ، فَنَادَاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ –
صلى الله عليه وسلم – « أَلاَ إِنَّ اللَّهَ يَنْهَاكُمْ أَنْ تَحْلِفُوا
بِآبَائِكُمْ ، فَمَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ ، وَإِلاَّ
فَلْيَصْمُتْ »
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya beliau menjumpai Umar bin al Khattab
bersama suatu rombongan. Saat itu Umar bersumpah dengan menyebut nama
bapaknya. Nabipun lantas memanggil rombongan tersebut lalu bersabda,
“Ingatlah sesungguhnya Allah melarang kalian untuk bersumpah dengan
menyebut nama bapak-bapak kalian. Siapa yang hendak bersumpah maka
hendaknya bersumpah dengan Allah atau jika tidak diam saja” (HR Bukhari
no 5757).
عَنِ
ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « مَنْ حَلَفَ بِالأَمَانَةِ فَلَيْسَ مِنَّا ».
Dari Ibnu Buraidah dari Buraidah, Rasulullah bersabda, “Barang siapa
yang bersumpah dengan amanah maka dia bukanlah umatku” (HR Abu Daud no
3253, dinilai shahih oleh al Albani).
Oleh karena itu tidak diperkenankan untuk bersumpah dengan Ka’bah,
amanah, kehormatan, pertolongan, barokah fulan, kehidupan fulan,
kedudukan nabi, kedudukan wali, bapak, ibu dan tidak pula dengan kepala
anak. Ini semua hukumnya haram. Barang siapa yang terjerumus ke dalamnya
maka kaffarah/tebusannya adalah dengan mengucapkan laa ilaha illallah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih.
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – « مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِى حَلِفِهِ وَاللاَّتِ وَالْعُزَّى .
فَلْيَقُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالَ
أُقَامِرْكَ . فَلْيَتَصَدَّقْ »
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang bersumpah
lalu berkata dalam sumpahnya ‘demi Latta dan Uzza’ maka hendaknya
mengucapkan laa ilaha illallah. Barang siapa yang berkata
kepada kawannya ‘mari kita bertaruh’ maka hendaknya dia bersedekah” (HR
Bukhari no 4579) [Muharramat Istahana biha anNas hal 21, maktabah al
Khudairi].
Di sisi lain, dalam al Qur’an Allah sering bersumpah dengan menyebut
makhlukNya semisal mengatakan, ‘Demi matahari dan terangnya’ atau ‘Demi
malam jika telah gelap’ atau kalimat yang semisal.
Ada dua jawaban untuk mendudukkan masalah ini dengan benar. Pertama,
ini adalah perbuatan Allah dan Allah tidak boleh ditanya tentang yang
Dia lakukan. Dia berhak untuk bersumpah dengan makhluk apa saja yang Dia
kehendaki. Dialah yang akan menanyai makhlukNya bukan malah ditanya.
Dialah yang menghukumi bukan yang dihukumi.
Kedua , Allah bersumpah dengan makhluk-makhluk ini menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kuasa dan hikmah Allah. Jadi jika Allah bersumpah dengan ini semua, maka ini menunjukkan pengagungan terhadap makhluk-makhluk tersebut. Sehingga secara tidak langsung menunjukkan sanjungan terhadap Allah. Sedangkan kita tidak diperkenankan untuk bersumpah dengan selain Allah karena kita dilarang untuk melakukan hal tersebut (al Qoul al Mufid 2/325-326).