Tuesday, 14 August 2012

> > Wanita Dilarang Bersanggul

Wanita Dilarang Bersanggul


Aisyah ra berkata, “Ada seorang budak perempuan dari Anshar telah menikah, tetapi ia dalam keadaan sakit, yang menyebabkan rambutnya rontok, lalu para keluarganya ingin menyambungnya. Namun, sebelumnya mereka bertanya dulu kepada Rasulullah saw. Setelah mendengar pertanyaan itu, beliau melaknat orang yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan. (Muttafaq alaihi) 

Al-Washilah (menyambung rambut) adalah orang yang menyambung rambutnya dengan rambut lain (palsu).


Al-Mustaushilah (yang minta disambungkan) adalah wanita yang meminta orang lain untuk menyambungkan rambutnya.


Al-Imam an-Nawawi berkata, “Hadits-hadits di atas itu jelas mengharamkan sanggul, dan secara mutlak orang yang menyanggul dan yang minta disanggul akan dilaknat.” (Syarhu shahih Muslim lin-Nawawi, 4/834)


Menurut kami, pekerjaan sanggul menyanggul merupakan dosa besar (al-Kabair), karena ada yang menunjukkan atas terlaknatnya orang yang mengerjakannya. Namun, sungguh sangat menyedihkan, bahwa perbuatan yang jelas-jelas dilarang ini justru banyak dilakukan oleh para muslimah dengan berdalih untuk memperias kecantikan. Padahal bersolek dan merias kecantikan itu jika untuk selain suami, maka hukumnya haram, karena ada larangan bagi wanita untuk tidak memperlihatkan atau mempertontonkan kecantikannya di depan para lelaki. Maka wanita tidak boleh bersolek dan merias diri kecuali untuk menyenangkan suami, namun kemudian melakukan hal-hal yang diharamkan dan dilarang oleh Allah SWT.

Ada seorang wanita bertanya tentang masalah ini, apakah masalah bersanggul hanya dikhususkan pada rambut saja, atau juga menyangkut benang sutra, anyaman rambut, atau yang bukan tergolong rambut?

Jawaban atas pertanyaan di atas adalah sebagai berikut:


Larangan yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut memang lebih dikhususkan pada rambut saja. Maka diperbolehkan bagi wanita untuk menyambung rambutnya dengan benang sutra, anyaman rambut, dan benang wol berwarna yang bukan mirip dengan rambut, dengan syarat tidak boleh diperlihatkan di depan laki-laki asing (bukan mahramnya).


Al-Qadhi ’Iyadh rahimahullah juga mengomentari masalah ini dengan ucapannya, “Adapun mengikat dengan benang antara sutra berwarna atau yang sejenisnya yang tidak menyerupai rambut bukan termasuk yang dilarang, karena ia tidak disebut dengan menyambung dan itu juga bukan yang dimaksud dengan bersanggul.”

Dinukil juga dari Al-Laits bin Sa’ad ungkapan berikut, “Larangan itu lebih dikhususkan pada rambut saja, maka tidak apa-apa menyambungnya dengan wol atau yang sejenisnya.” (Syarah shahih Muslim, 4/836)

Abu Ubaid al-Qasim bib Salam rahimahullah berkata, “Para fuqaha (ahli fiqh) telah memberikan keringanan pada anyaman rambut dan setiap sesuatu yang disambungkan pada rambut asalkan bukan berupa rambut.” (Ahkamun Nisa’ li Ibnil-Jauziy, hal.88)


(Sumber : Amr Abdul Mun'im, 30 Larangan Agama Bagi Wanita / SUARA ISLAM)